Herbert Spencer lahir di Derby, Inggris, pada
tanggal 27 April 1820. Ia tidak memperoleh pendidikan seni dan humaniora,
melainkan di sekolah teknik dan utilitarian. Pada tahun 1837 ia mulai bekerja
sebagai insinyur teknik sipil untuk perusahaan kereta api, dan pekerjaan ini
dijalaninya sampai tahun 1846. Selama masa itu, Spencer terus mempelajari
bidang studinya sendiri dan mulai menerbitkan karya-karya tentang ilmu
pengetahuan dan politik.
Pada tahun 1848 Spencer ditunjuk sebagai editor majalah
The Economist, dan gagasan-gagasan
intelektualnya mulai mengental. Pada tahun 1850, ia menyelesaikan karya
utamanya, Social Statics. Selama
menulis karya ini, Spencer mulai mengalami insomnia, dan setelah beberapa tahun
berselang masalah mental dan fisiknya memuncak. Ia menderita serangkaian
kerusakan saraf sepanjang hidupnya.
Pada tahun 1853 Spencer menerima warisan yang
memungkinkannya berhenti dari pekerjaannya dan menghabiskan sisa hidupnya
sebagai seorang ilmuwan bermartabat. Ia tidak pernah memperoleh ijazah
universitas ataupun menduduki posisi akademis. Ketika hidup semakin terisolasi,
serta sakit mental dan fisiknya makin parah, produktivitas intelektualnya
meningkat. Akhirnya, Spencer tidak hanya mulai meraih ketenaran di Inggris,
namun juga meraih reputasi pada tingkat internasional.
Salah satu ciri paling menarik Spencer, ciri yang
hakikatnya menjadi sebab keruntuhan intelektualnya adalah keengganannya untuk
membaca karya orang lain. Dalam hal ini, ia mirip dengan raksasa sosiologi
lain, Auguste Comte, yang mempraktikan “kemurnian intelektual”. Jika tidak
membaca karya orang lain, lalu darimana gagasan dan pandangan Spencer berasal?
Menurut Spencer, keduanya muncul secara tidak sengaja dan secara intuitif dari
pikirannya. Ia mengatakan bahwa gagasan-gagasannya muncul “sedikit demi
sedikit, secara tak terduga, tanpa niat secara sadar atau upaya yang dapat dipahami.”
Spencer menderita karena keengganannya membaca
secara serius karya-karya orang lain. Sebaliknya, jika ia membaca karya lain,
seringkali hanya dilakukan untuk mencari penegasan atas gagasannya sendiri yang
tercipta secara independen. Ia mengabaikan gagasan-gagasan yang tidak sejalan
dengan gagasannya. Jadi, rekan sejawatnya, Charles Darwin, bercerita tentang
Spencer: “Jika saja ia mendidik dirinya untuk meneliti lebih banyak, bahkan
dengan . . . merugikan daya pikirnya sendiri, ia akan menjadi orang yang luar
biasa” (Wiltshire, 1978: 70). Pengabaian Spencer terhadap aturan keilmuan
membawanya ke serangkaian gagasan yang sarat kebencian dan pernyataan yang
tidak berdasar tentang evolusi dunia. Oleh karena itu, sosiolog abad ke-20
mulai mencampakkan karya Spencer dan menggantikannya dengan ilmuwan yang lebih
saksama dan penelitian empiris. Spencer meninggal pada tanggal 8 Desember 1903.
kalo spencer tidak menerapkan kemurnian berfikir, dan mau mebaca karya orang lain, karya karya menurut saya akan lebih bagus dan tidak bersifat sepihak
BalasHapus