Sabtu, 24 Desember 2011

BIOGRAFI HERBERT SPENCER


Herbert Spencer lahir di Derby, Inggris, pada tanggal 27 April 1820. Ia tidak memperoleh pendidikan seni dan humaniora, melainkan di sekolah teknik dan utilitarian. Pada tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai insinyur teknik sipil untuk perusahaan kereta api, dan pekerjaan ini dijalaninya sampai tahun 1846. Selama masa itu, Spencer terus mempelajari bidang studinya sendiri dan mulai menerbitkan karya-karya tentang ilmu pengetahuan dan politik.
Pada tahun 1848 Spencer ditunjuk sebagai editor majalah The Economist, dan gagasan-gagasan intelektualnya mulai mengental. Pada tahun 1850, ia menyelesaikan karya utamanya, Social Statics. Selama menulis karya ini, Spencer mulai mengalami insomnia, dan setelah beberapa tahun berselang masalah mental dan fisiknya memuncak. Ia menderita serangkaian kerusakan saraf sepanjang hidupnya.
Pada tahun 1853 Spencer menerima warisan yang memungkinkannya berhenti dari pekerjaannya dan menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang ilmuwan bermartabat. Ia tidak pernah memperoleh ijazah universitas ataupun menduduki posisi akademis. Ketika hidup semakin terisolasi, serta sakit mental dan fisiknya makin parah, produktivitas intelektualnya meningkat. Akhirnya, Spencer tidak hanya mulai meraih ketenaran di Inggris, namun juga meraih reputasi pada tingkat internasional.
Salah satu ciri paling menarik Spencer, ciri yang hakikatnya menjadi sebab keruntuhan intelektualnya adalah keengganannya untuk membaca karya orang lain. Dalam hal ini, ia mirip dengan raksasa sosiologi lain, Auguste Comte, yang mempraktikan “kemurnian intelektual”. Jika tidak membaca karya orang lain, lalu darimana gagasan dan pandangan Spencer berasal? Menurut Spencer, keduanya muncul secara tidak sengaja dan secara intuitif dari pikirannya. Ia mengatakan bahwa gagasan-gagasannya muncul “sedikit demi sedikit, secara tak terduga, tanpa niat secara sadar atau upaya yang dapat dipahami.”
Spencer menderita karena keengganannya membaca secara serius karya-karya orang lain. Sebaliknya, jika ia membaca karya lain, seringkali hanya dilakukan untuk mencari penegasan atas gagasannya sendiri yang tercipta secara independen. Ia mengabaikan gagasan-gagasan yang tidak sejalan dengan gagasannya. Jadi, rekan sejawatnya, Charles Darwin, bercerita tentang Spencer: “Jika saja ia mendidik dirinya untuk meneliti lebih banyak, bahkan dengan . . . merugikan daya pikirnya sendiri, ia akan menjadi orang yang luar biasa” (Wiltshire, 1978: 70). Pengabaian Spencer terhadap aturan keilmuan membawanya ke serangkaian gagasan yang sarat kebencian dan pernyataan yang tidak berdasar tentang evolusi dunia. Oleh karena itu, sosiolog abad ke-20 mulai mencampakkan karya Spencer dan menggantikannya dengan ilmuwan yang lebih saksama dan penelitian empiris. Spencer meninggal pada tanggal 8 Desember 1903.

Rabu, 14 Desember 2011

Biografi Emile Durkhiem


Description: E:\PICTURE\ED.jpeg


Emile Durkheim lahir pada tanggal 15 April 1858, di Epinal, Prancis. Ia adalah keturunan para rabi dan dia sendiri belajar pada seorang rabi, namun ketika berumur belasan tahun, ia menyangkal silsilah keturunannya (Strenski, 1997:4). Sejak saat itu, minat terhadap agama lebih akademis dari pada teologis (Mestrovic, 1988). Ia tidak hanya kecewa dengan ajaran agama, namun juga pada pendidikan umum dan penekannaya pada soal-soal literer dan estesis. Dia mendambakan bisa mempelajari metode-metode ilmiah dan prinsip-prinsip moral yang bisa memandu kehidupan sosial. Dia menolak karier akademis tradisional di bidang filsafat dan malah berusaha memperoleh pelatihan ilmiah, namun di masa itu belum ada disiplin sosiologi, sehingga antara tahun 1882 sampai 1887 dia belajar filsafat di beberapa sekolah di provinsi sekitar Paris.
Hasratnya terhadap ilmu pengetahuan semakin besar ketika dia melakukan perjalanan ke Jerman, di mana dia berkenalan dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt (Durkheim, 1887/1993). Di tahun-tahun setelah kunjungan ke Jerman, Durkheim menerbitkan beberapa karya yang melukiskan pengalamannya ke Jerman (R. Jones, 1994). Publikasi-publikasi ini membantu dia memperoleh posisi di Departemen filsafat di Universitas Bordeaux pada tahun 1887. Di sana Durkheim memberikan kuliah dalam ilmu sosial di sebuah universitas Prancis untuk pertama kalinya. Hal ini merupakan prestasi besar, karena satu dekade sebelumnya, kemarahan merebak di sebuah universitas Prancis setelah seorang mahasiswa menyebut Auguste Comte dalam disertasinya. Tugas utama Durkheim adalah memberikan mata kuliah pendidiakan bagi calon guru sekolah, sedangkan mata kuliahnya yang paling penting adalah pendidikan moral. Tujuannya adalah mengkomunikasikan suatu sistem moral kepada para pendidik, yang di harapkan mampu menularkan sistem tersebut kepada siswa-siswa mereka demi membantu memperbaiki kemerosotan moral yang ia saksikan di tengah masyarakat Prancis.
Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serangkaian keberhasilan pribadi Durkheim. Pada tahun 1893 ia menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa Prancis. The Division of Labor in Society, dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesquieu (Durkheim, 1892/1997; W. Miller, 1993). Pernyataan metodologis utamanya, The Rules of Sociological Method, yang terbit pada tahun 1895, diikuti (pada tahun 1897) oleh penerapan metode-metode tersebut dalam studi empiris pada buku Suicide. Pada tahun 1896 ia menjadi profesor penuh di Bordeaux. Pada tahun 1902 ia diundang oleh universitas Prancis paling terkenal , Sorbonne, dan pada tahun 1906 ia menjadi profesor resmi untuk ilmu pendidikan, satu jabatan yang pada tahun 1913 diubah menjadi profesor ilmu pendidikan dan sosiologi. Karya lainnya yang terkenal, The Elementary Forms of Reigious Life, terbit pada tahun 1912. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun ini Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah.

Senin, 12 Desember 2011

Korupsi Merupakan Penyakit Mental

Korupsi adalah tindakan melawan moral atau bertentangan dengan norma kebenaran yang seharusnya. Mental merupakan sikap bawaan pada diri manusia. Mental seseorang yang tidak kuat akan mudah sekali tergoda dan terpengaruh oleh hal-hal yag bersifat menarik atau menjanjikan walau hanya dalam angan-angan. Korupsi dapat terjadi tidak hanya dalam bidang keuangan, tetapi juga mencakup segi-segi kehidupan yag lain, seperti korupsi waktu, hak orang lain, kewajiban dan tanggungjawab orang lain.
Kita banyak mendengar baik dari media cetak surat kabar dan media elektronik radio dan televisi tentang kasus tindak korupsi di Negara kita ini. Korupsi terjadi hampir di semua instansi, baik penegak hukum, pengawas pemerintahan DPR maupun pemerintah itu sendiri. Kalau kita amati dan teliti mereka bukanlah orang yang tidak tahu aturan maupun kurang pendidikannya. bahkan tidak sedikit dari mereka yang berpendidikan tinggi dan mempunyai kedudukan tinggi.
Hal yang mendorong orang melakukan tidak korupsi antara lain keadaan ekonomi yang mendesak, adanya kesempatan atau peluang untuk melakukan korupsi, lemahnya penegakkan hukum, lemahnya pengawasan, serta sistem manejemen yang lemah. Deni adalah seorang pegawai negeri di suatu instansi. Dia sering sekali datang terlambat dari jadwal kerja yang ditentukan dan kalau pulang selalu mendahului waktu yang telah ditetapkan. Pada saat mengambil cuti sudah waktunya masuk tetapi dioa belum bisa masuk dengan alasan yang tidak efektif. karen atasannya yang kurang tegas dan tegas dalam memimpin, maka dia tidak mendapatkan sanksi apapun. Uraian tersebut merupakan salah satu contoh tindak korupsi waktu dalam bekerja.
Pemerintah telah mencanangkan berantas korupsi, namun sampai saat ini belum menunujukkan hasil yang memuaskan. Kita sering dibuat pesimis terhadap tindak korupsi akan bisa diberantas secara tuntas. Untuk mendapatkan pemerintahan yang betul-betul bersih dan berwibawa serta mendekatkan kita pada tujuan semula mencapai masyarakat adil dan makmur sejahtera lahir dan batin, maka tindak korupsi harus diberantas tuntas sampai ke akar-akarnya. Pemerintah tidak boleh menyerah dalam menangani masalah korupsi, harus bersungguh-sungguh dan perlu tindakan yang tegas tidak pandang bulu, apakah dia pejabat tinggi atau pegawai rendahan. Semua harus diperlakukan sama di mata hukum, sehingga kepercayaan rakyat mulai tumbuh dan mendukung penuh kebijakan pemerintah.

Referensi : 
Ida Bagus Agung, dkk. 2006. Menuju Masyarakat Anti Korupsi Perspektif Hindu. Jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika
 

Kamis, 08 Desember 2011

Apa Itu Cinta...

Cinta bukan ucapan
Bukan juga  hirarki
Bukan berarti nafsu semu
Cinta mengerti kekuranganmu
fisik maupun mentalmu
Sebab kutahu kekuranganmulah berarti akau dekat denganmu
Dan semakin aku mengerti dirimu…
manusia tanpa kekurangan bukanlah manusia
Hanya Tuhan yang sempurna.

Senin, 05 Desember 2011

Selasa, 6 Desember 2011

Hari demi hari terus berjalan...
setiap hari kakiq terus berjalan menempuh liku liku....
hari ini harus lebih baik dari hari sebelumnya..
kita juga harus mempunyai perencanaan yang matang untuk masa depan...